Lost In Bali - End of Our Journey
DAY 2,
Hari ini adalah hari ke
2 kami berada di Bali. Sejauh ini banyak hal-hal seru yang telah kami jalani.
Dan yang pasti liburan kami sangat berkesan, pasti rugi dah kalo ga merasakan
liburan yang kami alami. Yang membuat kami sangat menikmati dari semua kejadian
yang kami alami adalah kami selalu terhibur dengan tingkah laku teman-teman
kami yang bodoh, konyol, polos, lucu, itulah sebabnya kalo berpergian dengan
mereka pasti rasanya seru dan sangat berwarna –alah. Bahkan sebelum kami pergi
ke Bali kami ngecrohi Simbah yang masih ragu-ragu mau ikut ke Bali, emang sih
Simbah sebelum kami ajak pergi ke Bali dia sering ga kumpul sama kami entah dia
lagi kumpul ama aki-aki yang lainnya, I
don’t know? Susah banget ngajak Simbah ini sampai-sampai kami ngecrohi
habis-habisan di kampus. Dia khawatir kalo besok dia ga punya cerita untuk
anak-anak nya kelak, bahkan kami berkhayal kalo anak-anak kami juga ngecrohi
anaknya Simbah. “bapakku cerita kalo dia dulu pernah rafting sama pak Alfan,
pak Mabro, pak Oky, bapakmu apa pernah rafting??” begitu kata anaknya Martin.
Simbah berpikiran kalo anak-anak nya besok ga mau jadi bahan kecrohan anak-anak
kami. Sumpah Simbah langsung drop banget dan setelah berpikir matang-matang dan
ga mau di kecrohi lagi, Simbah memutuskan untuk ikut pergi ke Bali bersama
kami. Tapi sekarang Simbah sudah semangat untuk pergi bertraveling bersama kami
dan ingin sekali keliling Nusantara (dasar cah Nusantara). Memang berkumpul
dengan para sahabat benar-benar bisa membuat pikiran tentang kesibukan kuliah
dan stress hilang serta dapat mengubah suasana hati.
Di hari ke dua di Bali ini kami memutuskan untuk berkeliling di Bali bagian selatan. Semua wilayah dan tempat-tempat wisata di selatan Bali akan kami kunjungi satu persatu, kali ini itinerary kami untuk hari ke dua adalah:
-
Uluwatu.
-
Pantai suluban (blue point)
-
Dreamland.
-
Garuda Wisnu Kencana.
-
Jimbaran.
Sepertinya akan tidak sesuai dengan
apa yang telah kami rencanakan sebelumnya, karena sebelumnya kami merencanakan
kalo kami mulai berangkat dari penginapan jam 7 tapi karena jam setengah
delapan kami baru dapat breakfast, akhirnya diundur jam 8 pagi. Rugi donk kalo
ga diambil breakfast nya. Tetapi apalah daya, efek mashroom semalaman membuat
mereka masih lelap tertidur sampai jam 9 pagi. Ga di Solo, wong Solo ini
sukanya ngaret pooolll..
Disela-sela menunggu sarapan
sembari mengantri kamar mandi, kami didatangi oleh seorang wanita Bule yang
berasal dari California. Ga terlalu cantik sih tapi body nya oke punya, tinggi,
padat berisi (eh) :p Ternyata musik dapat mempersatukan kedua Negara yang
berbeda dalam satu meja. Akhirnya kami ngobrol-ngobrol secara Bilateral
ngalor-ngidul. Apesnya Bule yang bernama Louis ini ga bisa bahasa Indonesia,
dia Cuma bisa ngomong “terima kasih”. Disaat kondisi kami yang Bahasa
Inggrisnya remidi semua akhirnya percakapan dilakukan dengan sedikit bahasa
Tarzan. Louis ternyata juga seorang traveler,
dia sudah berkeliling Asia seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, Malaysia,
Myanmar, mungkin Asia Tenggara lebih tepatnya dan dia baru pertama kali ke
Indonesia dan Bali adalah destinasi yang pertama dikunjungi di Indonesia.
Anehnya Bule ini ga suka pergi ke pantai, kami sempat mengajaknya jalan-jalan
ke pantai tapi dia menolaknya malah dia suka ke tempat-tempat seperti Candi,
Pura, dan tempat-tempat lain yang merupakan tempat bersejarah dan mempunyai
cerita kuno didalamnya sehingga dia bisa menulisnya ke dalam blog pribadinya.
Ooh seorang ekspedisi ternyata, Louis stay
di Bali selama dua minggu dan dia sendirian ke sini tanpa ditemani oleh seorang
pun, inilah perbedaan orang Bule dengan orang Indonesia, mereka berani keliling
dunia sendirian bahkan selama dua minggu, apa mungkin uang mereka dollar yak
jadi ga masalah dengan keuangan mereka sehingga bisa keliling kemana-mana ga
takut kehabisan uang. Tapi bagiku lebih enakan jalan-jalan bersama teman dan
sahabat ketimbang jalan-jalan sendirian karena ada teman ngobrolnya dan bisa
jaga-jaga kalo finansial sudah mulai menipis ada cadangan yang cukup. Buat
ngutang maksudnya haha.. obrolan kami berakhir setelah si Bule ini minta ijin
cabut untuk kembali ke kamarnya dan berkemas jalan-jalan lagi. Kami juga sudah
siap untuk jalan-jalan lagi di hari ke dua di Pulau Bali.
Destinasi kami yang pertama adalah mengunjungi Pura Luhur Uluwatu. Bali memiliki berjuta pesona yang seakan tidak ada habisnya memikat para pengunjungnya. Mulai dari wisata alamnya, keanekaragaman seni tradisi dan berbagai aneka kuliner yang menggugah selera. Mungkin itu beberapa alasan mengapa pengunjung ingin kembali lagi ke Bali, lagi dan lagi. Nah, salah satu tempat yang indah dan berkesan di Bali adalah Pura Luhur Uluwatu. Pura yang masih kental dengan nilai tradisi dan magis ini terletak di Desa Pecatu, Bali. Pura ini berada di ketinggian 97 mdpl dan dihiasi dengan tebing dinding batu karang. Suara deburan ombak yang menghantam tebing karang menjadi perhatian menarik saat Anda berdiri di pinggir pagar. Jika ingin memasuki kawasan ini, Anda diharuskan menggunakan pakaian yang sopan. Apabila menggunakan celana pendek di atas lutut, Anda akan disuruh memakai kain yang disediakan pengelola. Pepohonan yang rimbun dan alami menjadi pemandangan yang sejuk di sepanjang jalan menuju pura. Di kawasan ini juga ada banyak monyet yang berkeliaran. Hati-hati dengan barang bawaan Anda, kadang jika sedang iseng, monyet-monyet ini bisa mengambil jepit rambut, kacamata, bahkan sandal yang Anda pakai.
Masih di kawasan pura ini, terdapat pula sebuah pertunjukan salah satu seni tari yang terkenal di Bali, yaitu Tari Kecak. Pertunjukan ini biasanya ditampilkan sore hari menjelang sunset dan dibuka untuk umum. Untuk harga tiketnya berkisar antara Rp 50.000-Rp 100.000. Menjelang sore, para penonton mulai memenuhi bangku berundak yang hampir mengelilingi arena tari. Semua wisatawan berbaur, baik yang lokal maupun mancanegara. Hanya dalam hitungan menit, semua sudut sudah terisi penuh oleh para penonton. Tak lama berselang, Anda akan disuguhi oleh sebuah tarian, tanpa diiringi alat musik, tetapi diiringi dari alunan suara para penarinya sendiri, ya itulah tari Kecak. Dengan diselingi Drama Ramayana membuat pertunjukan ini semakin menarik. Sekitar pukul 18.00 WIB saat pertunjukan masih berlangsung, Anda juga akan disuguhi sunset yang cantik tepat dihadapan mata. Langit mulai bersemburat jingga dan Anda pun benar benar akan menikmati senja di Uluwatu. Tapi itu Cuma cerita dari papan jadwal acara di Pura ini, jelas kami tidak sempat untuk menikmatinya, karena kami masih jalan-jalan lagi ketempat menarik lainnya.
Perjalanan kami lanjutkan menuju Pantai Suluban atau Blue Point, jarak antara Pura Luhur Uluwatu tidaklah jauh, hanya 15 menit dengan menggunakan sepeda motor, yang sulit untuk menemukan pantai ini adalah kurangnya penunjuk jalan, sehingga kami harus berputar-putar mencarinya, ternyata setelah bertanya kepada salah satu penduduk sekitar, jalan menuju ke pantai suluban adalah jalan kecil yang sedang di beri pasir dan batu, ohhh ternyata mau di aspal. Setelah melewati jalan yang bergeronjal samapai lah dikita di parkiran. Untuk menuju ke Pantai nya masih harus berjalan kaki menyusuri Café-café, tempat persewaan kostum surfing, papan, surfing, dan segala macam perlengkapan alat surfing, dan rumah warga tentunya, harap berhati-hati karena jika kita ingin melihat pantai secara dekat harus turun tangga yang terbuat dari karang-karang yang sangat terjal untuk mencapai bibir pantai nya. Ternyata Pantai Suluban adalah tempat favorit para peselancar, lihat saja ombak yang bergulung-gulung bisa setinggi 4 meter, yang bikin saya heran adalah para peselancar yang dominan bule ini tidak takut tenggelam digulung ombak jika terjatuh dari papan selancarnya, mereka punya sembilan nyawa kali yak? Dari sini dapat kita lihat pemandangan yang luar biasa, di kanan-kiri kami berdiri memandang laut terdapat tebing karang setinggi 15 meter dengan kata lain kami diapit oleh karang besar ini, ditengah-tengahnya ada karang setinggi 3 meter, biasanya digunakan untuk menaruh sandal dan tas para peselancar, hebatnya tas dan sandal yang ditaruh disitu tidak ada yang mencurinya. Good! Kami rasa Pantai Suluban tidak rekomended jika kami ingin bermain air karena gelombang ombak yang terlalu besar dan bibir pantai yang terlalu menjorok kedalam sehingga kalo ga hati-hati bisa terpeleset arus ombak. Seperti biasa foto-foto menjadi hal yang wajib bagi para traveler. Waktu terus berjalan, kami pun segera hengkang dari tempat yang indah ini untuk ke itinerary kita selanjutnya yaitu ke Dreamland.
Pantai Dreamland adalah
sebuah tempat pariwisata yang terletak di sebelah selatan Bali di
daerah bernama Pecatu. Pantai Dreamland dikelilingi oleh tebing-tebing yang
menjulang tinggi, dan dikelilingi batu karang yang lumayan besar di sekitar
pantai. Lokasi pantai ini berada dalam kompleks Bali Pecatu Graha (Kuta Golf
Link Resort) yaitu sekitar 30 menit dari pantai Kuta. Pantai Dreamland sendiri
hampir mirip dengan pantai Kuta. Pasir putih dan celah karang yang terjal
menjadi pemandangan yang begitu memikat mata untuk dipandang. Lokasi berpasir
putih bersih di pantai sempit tepat di bawah dinding karang curam cocok untuk
menikmati matahari tenggelam atau sekedar menyaksikan atraksi para peselancar.
Ombaknya yang tinggi dan besar banyak diminati oleh para penggemar
olahraga selancar
air (surfing), bahkan Dreamland sudah dijadikan semacam surfing
spot baru untuk kawasan Bali. Tapi itu dulu waktu aku masih duduk di bangku
SMA, sekarang? Beda jauh, sekarang sudah sedikit tercemar dengan sampah yang
dibuang oleh wisatawan asing yang kebanyakan wisatawan Asia, pasirnya pun juga
tidak seputih waktu pertama kali saya kesini, ini adalah kali kedua saya ke
Pantai Dreamland ini, ya kira-kira 3,5 tahun saya tinggal dan sekarang keadaan
sudah berubah total, banyak penginapan dan villa berdiri di sepanjang sisi
pantai Dreamland ini, kurang nya tempat pembuangan sampah menjadikan pantai ini
kadang terdapat bungkus makanan atau minuman yang mengapung di pantai tersebut.
Terlalu banyak wisatawan dan kurangnya perawatan menjadikan tempat yang indah
ini tidak sesuai harapan saya dulu. Secara keseluruhan memang masih indah tapi
ada beberapa yang menggangu pemandangan kami ya itu tadi sampah yang
berceceran. Saking panasnya yang pada waktu itu pukul 1 siang, kami hanya duduk
di bawah menara pengawas penjaga pantai sambil berteduh dari sengatan matahari dan
menyempatkan berfoto-foto juga tentunya. Mau bermain air tapi kok ya males,
melihat pintu kamar mandi untuk tempat bilas tertulis di papan “mandi Rp
5.000,-“ heloooo di Jawa aja kencing Rp 1000 perak, sama dengan 5 kali kencing
donk, melihat papan di depan pintu kamar mandi tersebut kami mengurungkan niat
untuk berenang di pantai ini. kami pun hanya duduk di bawah pos penjaga pantai
dan sambil melihat para wisatawan asing yang dengan gembiranya bermain,
berenang di pantai ini. Setelah puas nongkrong ga jelas di pantai ini, kami
melanjutkan perjalanan kami yaitu ke Garuda Wisnu Kencana.
Awalnya sih kami bersemangat
untuk pergi ke Garuda Wisnu Kencana dengan segala keindahan kawasan wisatanya,
yang ada patung Dewa Wisnu besar dan patung Garuda yang merupakan kendaraan
dari sang Dewa ini. Tetapi semua ekspektasiku tentang objek wisata ini hilang
sirna karena kami tidak jadi masuk. Ya , kami tidak jadi masuk karena tiket
masuk untuk objek wisata ini sebesar Rp 25.000.
Martin: “mas, tiket masuk berapa?”
Mas mas penjaga loket: “25 ribu
mas”
Martin: “parkir motor nya
berapa?”
Mas mas penjaga loket: “2 ribu
mas”
Martin: “(teriak) cahhhhh!!!!
tiket masuk 25 ribu, parkir 2 ribu, jadiiii…
Aku: “(berbicara dalam hati)
berarti total tiket masuk 27 ribu rupiah”
Martin: “Jadiii ga usah masuk
sajaaa”
Mas mas penjaga loket: “@$*#($&*W^$#$%&$*%%^#”
Ya begitulah sedikit alasan kami tidak jadi masuk ke objek wisata ini, tiketnya malah boss untuk seorang backpacker. Mending kita pake makan siang aja uangnya perut kenyang bisa lanjut ke objek wisata lainnya yg murah dan apalagi gratis.
Destinasi selanjutnya kami
keliling keliling Bali ga jelas dengan sepeda motor sewaan kami. Kami ga jadi
ke Jimbaran karena alasan klasik, yaitu ga punya budget yg cukup hanya untuk
makan malam, kami sepakat untuk mencari makan di warung-warung aja, disamping
lebih murah cita rasa dari kuliner ini lebih baik dari pada restoran yang mahal.
Mungkin kami pulang saja dari pada menghabiskan banyak uang cuma di satu lokasi
saja. “lebih baik hujan batu di negara
lain daripada hujan batu di negara sendiri”.
Day 3,
Hari terakhir kami di Pulau Dewata. Terlalu dini untuk kembali ke Pulau Jawa, tetapi lagi-lagi alasan klasik para backpacker. Budget yang telah menipis, kami saling meminjam uang untuk belanja oleh-oleh di Pasar Sukowati. Just like another tourist at the end of journey, buy some merchandise for the people we love.
Hari terakhir kami di Pulau Dewata. Terlalu dini untuk kembali ke Pulau Jawa, tetapi lagi-lagi alasan klasik para backpacker. Budget yang telah menipis, kami saling meminjam uang untuk belanja oleh-oleh di Pasar Sukowati. Just like another tourist at the end of journey, buy some merchandise for the people we love.
Setelah puas belanja di Pasar Sukowati kami check out untuk segera bertolak dari hotel ini. Tidak lupa kami berfoto dulu di depan monument Bom Bali I untuk kenang-kenangan team backpacker kami telah menginjakkan kakinya di Bali. Setelah itu lanjut ke Toko oleh-oleh Krisna dan membeli oleh-oleh lagi dengan sisa uang yang ada. Sebelum ke Toko Krisna kami sholat Jumat dulu di salah satu masjid dekat dengan central parking (tempatnya bis pariwisata parkir di Kuta). “tetap jangan lupa sholat ya para traveler yang beragama islam”. Ternyata di Toko Krisna ini kami cukup lama untuk berbelanja, kami bingung mau beli yang mana, semua barang disini lumayan sih dan kami harus menghitung sisa uang yang ada di dompet. Pilih baju – lihat label harganya – cek dompet – ga jadi beli, begitu seterusnya sampai fix dapat baju yang diinginkan. Saking lamanya kami berbelanja, teman ku Martin dengan niatnya memanggil kami lewat bagian informasi dan mengumumkan nya dengan jelas di seluruh speaker Toko Krisna ini
“Perhatian
kepada rombongan backpacker Solo untuk segera ke meja kasir untuk membayar
belanjaannya dikarenakan waktu berkunjung telah habis dan ditunggu oleh teman-temannya”
Oiya, yang menarik disini adalah waktu kami masuk di area parkir Toko Krisna semuanya bis pariwisata dan mobil pribadi, Kami ? naik angkot biru butut dan dengan penuh mengangkut 13 orang dengan segala barang bawaan dan belanjaannya. Tentu kami menjadi pusat perhatian para pengunjung dan bahkan para karyawan toko.
Kami menuju terminal ubung untuk oper naik bis tujuan gilimanuk. Alhamdulillah, kami turun dari angkot langsung dapat bis jurusan gilimanuk. Kami berterima kasih kepada supir angkot yang telah mengantarkan kami dari hari pertama mengantar kami ke penginapan sampai mengantar kami pulang kembali ke terminal ubung. Terima kasih pak I Nyoman Bayu Wiratama.
Di sepanjang perjalanan kami sempat sedih karena tidak bisa melihat sunset di Bali ini baik di Tanah Lot maupun di Pantai Kuta. “but, God has another way to answer the prayers of his servants”
Kami menikmati sunset yang sangat menakjubkan di dalam bis di sepanjang pantai selatan menuju gilimanuk. Subhanallah. Aku tidak bisa mengambil foto karena kamera ku berada di dalam tas ransel yang berada di bagasi bis. Kami semua tidak henti hentinya memandang ke jendela bis di sebelah kiri kami hingga akhirnya matahari pun tenggelam seolah-olah jatuh ke Bumi. Itulah kejadian yang selalu dialami oleh para traveler, banyak kejadian yang tak diduga in out of our mind, most of them kejadian tersebut sangat berkesan dan sulit tuk dilupakan.
Pukul 8 malam kami tiba di pelabuhan Gilimanuk. Kami sepakat untuk naik kapal pada pukul 2 malam, karena kereta kami berangkat jam 6 pagi dari Stasiun Banyuwangi jadi kami tidak mengambil resiko untuk tidur di Stasiun apabila kami langsung menyebrang ke Pulau Jawa, jadi kami naik kapal jam 2 pagi supaya sampai di Banyuwangi pukul 4 pagi dan bisa istirahat di Masjid dekat pelabuhan dan sekalian sholat subuh dan bisa langsung menunggu di stasiun sampai jam 6 pagi. Kami istirahat di mushola pelabuhan sambil menunggu waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Hal yang juga mengesankan di pelabuhan ini adalah kebersamaan kami makan ayam goreng yang dibeli di pasar gilimanuk di depan musholla.
Foto diambil menggunakan tripod kamera |
Kami tidur di musholla untuk
mengisi tenaga kami, because we are still
a very long journey”.
Jam 2 pagi kami bertolak dari
pelabuhan Gilimanuk dan menuju Pelabuhan Ketapang.
"selamat tinggal Pulau Bali, kami tidak akan melupakan momen kebersamaan kami disana, tetaplah menjadi pulau dengan sejuta kenangan, kami harap bisa kesana lagi dengan mengunjungi beberapa tempat yang masih belum terjamah banyak orang atau wisatawan, farewell Bali we miss every moment that happen there".
See
you soon at our journey in every places Wonderful Indonesia.
0 comments: