LOST IN BALI – Day 1

Jet lag, sebutan itu adalah sebutan dimana seseorang mengalami kelelahan karena terlalu lama di dalam pesawat karena pesawat yang ditumpanginya memakan rute perjalanan yang jauh sehingga melewati perbedaan waktu yang sangat banyak. Kami pun juga mengalami hal serupa seperti jet lag tetapi saya menyebutnya
dengan istilah saya sendiri yaitu Sembelit.
Kami mengalaminya karena kami terlalu lama berada di kereta selama 14 jam yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan bis selama 3 jam jadi total 17 jam kami melakukan perjalanan, efek yang ditimbulkan dari sembelit ini adalah kami jadi tidak bisa pup karena jadwal pup kami yang berantakan semenjak kami berangkat dari Solo. Saya sudah mencoba untuk pup sesampainya di penginapan tapi hasil nya adalah tidak mau keluar sama sekali, mampet pet seperti ada yang menyumbatnya, dan hal serupa pun juga menimpa beberapa teman-teman saya. Pikirku gawat juga nih kalo tidak dikeluarkan sekarang bisa-bisa “si dia” datang di saat yang tidak tepat dan di saat yang tidak diinginkan. Bisa gawat kan kalo disaat yang lagi seru-seru nya tapi “si dia” muncul disaat yang kurang tepat dan yang lebih buruk lagi kalo tidak ada wc umum, bisa mbrojol di tengah jalan. Maka saya mencoba untuk meminum kopi di pagi hari, biasanya kalo di rumah kalo minum kopi di pagi hari dan segelas air putih, saya langsung terasa mulas dan bisa mengeluarkan “si dia”.

Coffee in the morning, minum secangkir kopi di pagi hari sambil menunggu ketiga teman kami, Hangga, Lala, dan Agil yang sedang menuju perjalanan ke Terminal Ubung, mungkin saat itu yang dapat kami lakukan  untuk mengisi waktu luang disamping kami membereskan barang bawaan kami dan menunggu efek dari kopi ini untuk bisa pup. Setelah menunggu lama ternyata tidak ada hasil yang signifikan dari efek kopi ini, apa mungkin kopinya kurang pahit ato karena kebanyakan air panas. Ya sudahlah saya cuma bisa berharap dan berdoa agar “si dia” ini bisa keluar disaat yang tepat.
Rencananya sih itinerary untuk hari selasa ini adalah sebagai berikut:
  1. -         Musium Bali.
  2. -         Tanah Lot.
  3. -         Seminyak.
  4. -         Legian.
  5. -         Kuta.

Tetapi berhubung ketiga teman kami terlambat datang dan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan akhirnya kami memutuskan untuk hari selasa ini dihabiskan dengan berjalan-jalan di sekitar jalan Legian dan Pantai Kuta untuk melihat Sunset. Tak apalah, kalo ada waktu dihari berikutnya kami bisa menyempatkan untuk berkunjung ke salah satu antara Musium Bali, Seminyak, dan Tanah Lot. Bosan mengopi kami pun segera mengisi perut kami yang kosong di sebuah rumah makan masakan Jawa yang kebetulan berada di depan penginapan kami.
Akhirnya Hangga, Lala, Agil sampai juga di penginapan, Hangga yang khas dengan memakai celana kolor, memakai kaca mata hitam, menarik ransel kopernya, dia tampak seperti pemain di film Matrix tetapi tanpa setelan jas, lebih tepatnya Matrix dengan celana kolor. Agil dan Lala yang seperti turis lokal mengikuti Hangga dari belakang. Agil yang baru pertama kali ke Pulau Bali ini tampak melihat kekanan dan kekiri melihat apa itu Bali, ada Bule ganteng aja langsung menatapnya dan tersenyum-senyum sendiri, dengan segera Rio mengantar mereka ke dalam penginapan untuk memberitahukan kamar yang dipakainya, sementara kami masih nongkrong di warung masakan Jawa (kebiasaan wong Solo, nongkrong dulu habis makan sambil menghisap rokok bagi si ahli hisap)

Sambil nongkrong kami menunggu Agil dan Lala mandi, ternyata lama juga ya cewek kalo mandi, aku ga habis pikir kira-kira apa yang dilakukan cewek kalo mandi sehingga bisa bermenit-menit disana di ruangan 3x2 m. Beda kan kalo cowok mandi, biasanya kan sikat gigi, sabunan, klo perlu sampoan, handukan, sudah selesai, kalo yang agak rempong masih ditambah lagi pake sabun wajah, udah cuma itu doang, ga lama ga ribet, hemat waktu, hemat air. Bisa-bisa klo cewek mandi sambil berolahraga kali yak? Supaya kelihatan ramping, olahraga mengecilkan perut, ato jangan-jangan pake lulur yang gambarnya putri raja, duh ribetnya anak cewek. But it’s okay, they are my friends, konsekuensi kalo backpackeran sama anak cewek, tapi saya salut sama Agil dan Lala klo diajak backpackeran, mereka ga ngeluh, easy going, dan yang paling penting rajin beribadah. Untungnya karena mereka adalah Solo Muslim Look (SML) jadi mereka mengenakan kerudung, sehingga mereka ga perlu dandan lama-lama dan ini menghemat waktu. Setelah semuanya selesai kami langsung menuju Pantai Kuta dengan berjalan kaki dan kami sempat ditawari oleh penjaga penginapan untuk menyewa motor, tapi kami memutuskan untuk berjalan kaki saja, lagian seharian ini kami hanya ke Pantai Kuta aja. Di sepanjang perjalanan menuju pantai Kuta banyak sekali toko-toko yang menjual pakaian dan celana khas bali, yang paling banyak saya lihat disana adalah kaos tanpa lengan dengan gambar bir bintang dan angker bir, minuman yang paling digemari bule di Bali. Kalo celana yang dijual adalah kebanyakan celana untuk surfing, ada juga celana dengan motif bunga-bunga dengan bahan yang agak tipis. Selain itu ada dijual juga Topi Tompi –karena bentuknya seperti topi yang sering dipakai Tompi dan saya ga tahu sebutan untuk topi itu. Kaca mata juga tak luput untuk dijual, tapi kaca mata KW kebanyakan.

“kalo mau beli baju ato celana saya sarankan jangan beli di toko-toko sekitar poppies lane, karena harganya mahal tapi ga masalah kalo Anda pintar menawar. Kalo bisa beli aja di pasar tradisional karena harganya jauh lebih murah untuk low cost budget traveling seperti kami. Tapi kalo Anda orang Solo, perlu berpikir dua kali untuk membelinya, karena baju yang dibeli bisa-bisa ada di Pasar Klewer, PGS, dan BTC.”

Ada juga toko kecil yang agak menyelempit di gang, dan di toko tersebut ada plang yang bertuliskan “Magic Mushroom”. Saya penasaran apa itu magic mushroom dan saya diberitahu sama Yosua kalo jamur itu bisa membuat kita berimajinasi yang aneh-aneh sehingga membuat tertawa orang di sekitarnya. Katanya kita Cuma berimajinasi dan tidak memabukkan. Wah, jadi kepingin beli nih..

Akhirnya kami sampai di Pantai Kuta, tidak jauh berbeda suasananya dengan Pantai Kuta yang dulu saat saya SMP dan SMA saat study tour. Nampak si Komo parkir di sepanjang pinggir jalan pantai, bule-bule berseliweran mengenakan bikini, beach boy yang kulitnya item-item berwajah ndeso tapi mahir berselancar, tukang tatto, tukang pijat, suasana masih sama seperti dulu. Setelah kami sampai, ternyata Pantai Kuta sudah tidak seperti dulu lagi, sekarang Pantai Kuta sudah tercemar, kotor, banyak ranting-ranting yang hanyut di Laut, pasirnya juga tidak putih lagi dan sudah banyak sampah minuman-minuman yang tidak dibuang pada tempatnya. Kami sedikit kecewa mengenai kondisi Pantai Kuta saat ini, agak miris dan ga tega, kami yang ingin menikmati keindahannya tetapi justru sebaliknya. Malahan bagi kami sekarang lebih bagus Pantai yang ada di selatan Jogja, pantai di sepanjang gunung kidul, di daerah Wonosari. Pantai Sundak, Pantai Indrayanti, Pantai Sadranan, Pantai Krakal, Pantai Siung. Ada juga pantai di daerah Pacitan, Pantai Klayar. Saya sedih sama pengunjung yang tidak bertanggung jawab membuang sampah seenaknya saja, tidak mengindahkan lingkungan. 

“Jagalah lingkungan sekitar Pantai agar keindahannya bisa dinikmati oleh siapa pun yang berkunjung, buanglah sampah pada tempatnya. Jika Pantai bersih maka orang akan enggan untuk mengotorinya karena terbius oleh keindahannya. Keep our environment clean. Karena kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”

Keinginan kami untuk berenang di Pantai Kuta pupus sudah, kami hanya bisa duduk di bawah pohon, melihat orang-orang dan bule-bule berjalan berseliweran di depan mata kami, dan juga tidak lupa kami foto-foto dan update status. Si Agil sesekali melihat bule yang kebetulan ganteng, yang sedang berselancar bersama ayahnya, demikian pula si Lala. Saya, Broma, Martin, Hangga, dan Oky juga begitu, melihat bule-bule cewek yang cantik memakai bikini ada yang one piece dan ada juga yang two pieces, disini bule Asia sangat sedikit kebanyakan di dominasi oleh bule Australia. Diantara bule-bule yang berseliweran, ada bule yang mirip dengan si Rere (Big Brother TransTV) entah itu mirip ato emang dia, soalnya mirip buanget dengan si Rere. Si Rere ini juga membuat kami tertawa, karena si Rere ini sedang di sepik-sepik oleh salah seorang beach boy untuk diajak.. ya you know lah. Yang bikin kami ga kuat menahan tawa adalah wajah si beach boy ini terlalu ndeso untuk seorang bule, kulitnya item, style rambut yang tidak sesuai dengan wajahnya, bahasa inggrisnya pun amburadul. Si Rere ini terus menolak dan memasang muka bête kepada beach boy ini, dan akhirnya si beach boy ini pergi berselancar, entah dia mutung ato apa kami kurang tahu.haha..

Bosan duduk, si Kopong, Rio, Endik, Broma, Hangga, Faiz memutuskan untuk belajar surfing dengan salah seorang surfer yang cukup handal yang bernama Bli Allan. Martin ga ikut karena dia ga bisa renang, Yosua juga ga ikut karena amanah ibunya yang melarang dia untuk tidak bermain air (berenang), Saya, Simbah, Oky, Lala, dan Agil, duduk saja menikmati pemandangan dan “pemandangan”. Mereka berenam pun segera di beri instruksi oleh Bli Allan untuk berselancar dari awal, yaitu belajar mendayung papan selancar dangan posisi badan tengkurap, sampai berdiri di atas papan selancar. Setelah diberi instruksi dan arahan, mereka langsung menuju ke pantai dan segera mampraktekkan apa yang telah diajarkan oleh Bli Allan ini. kalo aku lihat-lihat sih kayanya gampang, tinggal mendayung pake tangan, terus kalo ombak sudah datang langsung cepat-cepat berdiri dan menyeimbangkan papan selancar mengikuti arus ombak. Kami yang duduk-duduk dari kejauhan tidak bersabar melihat ke enam teman saya ini melakukan atraksi dengan papan seluncurnya. Ternyata tidak semudah seperti yang diinstuksikan oleh Bli Allan, kami lihat si Rio berusaha mendayung dan segera berdiri karena ombak datang yang kemudian dia terjatuh dan digulung ombak beserta papannya. Begitu juga dengan Kopong, Hangga, Endik dan Faiz mereka berulang kali di gulung ombak saat mencoba berdiri di atas papan selancar, sesekali mereka berhasil berdiri tetapi hanya beberapa detik saja yang selanjutnya terjatuh. Yang lucu dari belajar berselancar ini adalah si Broma, dengan badannya yang tambun memegang papan selancar berjalan ketengah pantai, apabila ada ombak yang datang, Broma langung segera melompat untuk menghindari ombak, saat Broma melompati ombak, kami tidak berhenti tertawa karena seolah-olah seperti ikan paus yang melompat melewati rintangan di sirkus-sirkus bukannya ikan lumba-lumba. Saat berada di tengah-tengah, Broma mengalami kesulitan untuk menaikkan badannya berada diatas papan selancar, karena keburu diterjang ombak dan akhirnya Broma jatuh kembali, begitu seterusnya, dan kami pun ga bisa menahan ketawa. Broma pun tidak menyerah dan akhirnya dia berhasil tengkurap di atas papan selancar dan menunggu ombak yang datang. Ombak datang dengan perlahan, cepat-cepat Broma mengayun papannya dan juga badannya dengan tangannya dan mencoba berdiri tetapi apalah daya, tidak bisa menyeimbangkan badannya yang akhirnya jatuh dan menimbulkan cipratan yang besar, mak byuurrr.. hahaha..




Tidak lupa kami berfoto-foto dulu sambil melihat mereka bermain selancar. Kami pun keasyikan berfoto-foto hingga tidak sadar kalo awan abu-abu tebal pun datang dari arah Utara menuju arah kami. Tidak lama kemudian hujan turun dan kami yang duduk langsung mencari tempat berteduh dan kami memilh tempat berteduh yang ada bule cantiknya –Lumayan. Setelah menunggu agak tidak deras lagi, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Kami meninggal kan mereka yang masih belajar berselancar, karena mereka telah membayar hingga mereka bisa berdiri diatas papan selancar. Kami bertujuh pun bergegas menuju penginapan, karena hujan mau turun dengan deras lagi. ”Rain is falling down”, begitu kata Martin. Kami pun sampai di penginapan. Tidak lama kami sampai di penginapan, hujan pun turun dengan derasnya. Pas banget. Coba kalo engga, kami udah basah kuyup dan yang paling buruk kemera saya bisa rusak ntar. Ahh hujan kenapa datang di saat yang kurang tepat sihh?? (bersambung)

1 comment: